Sabtu, 07 April 2012

Pengangkatan Tenaga Honorer Diundur

·
JAKARTA– Pemerintah menunda pengumuman pengangkatan tenaga honorer kategori I (K1) seiring banyaknya pemalsuan data di sejumlah daerah.


Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan dan RB) Azwar Abubakar mengatakan banyak mendapat laporan pemalsuan tenaga honorer K1. Dia menjamin, apabila pada masa pengumuman tenaga honorer K1 saat ini ada data tenaga honorer yang palsu,dokumennya tidak dapat diproses.“Mereka bisa dibatalkan pengangkatannya menjadi PNS,” katanya sebelum mengikuti rapat RUU Perguruan Tinggi, kemarin di Jakarta.

Sebagaimana diketahui,tenaga honorer K1 adalah mereka yang gajinya bersumber dari APBN/APBD, sedangkan K2 gajinya bersumber dari non- APBN/APBD.Persyaratan lain yakni harus diangkat pejabat yang berwenang, bekerja di instansi pemerintah, masa kerja minimal satu tahun pada 31 Desember 2005,dan sampai saat ini masih bekerja terusmenerus. Selain itu, sekurangkurangnya umur K1 dan K2 ialah 19 tahun dan tidak boleh lebih dari 46 tahun per 1 Januari 2006.

Kementerian juga tengah meminta Badan Kepegawaian Negara (BKN) untuk memeriksa kembali data tenaga honorer K1 yang telah diumumkan oleh daerah untuk diangkat sebagai PNS. Verifikasi dan validasi ulang dilakukan terhadap instansi pemerintah yang jumlah tenaga honorernya di atas 200 dan instansi pemerintah yang mendapat laporan pengaduan secara tertulis, baik yang disampaikan kepada presiden, wakil presiden melalui menteri sekretaris negara/kabinet, maupun kepada Kemenpan dan RB serta BKN.

Mantan Plt Gubernur Aceh ini mengaku perlu untuk diadakan pemeriksaan ulang. Dia juga merasa kecewa atas tiga daerah yang terbukti memalsukan data K1 yang dinyatakan lulus. Dia mengungkapkan, ada satu daerah yang mengumumkan 900 tenaga honorer K1 yang dinyatakan lulus namun hanya 450 yang namanya memenuhi syarat.“Saya tidak mau menyebut ketiga nama itu namun akan kita cek ulang semua pengumuman itu. Masa banyak data yang bodong,” katanya. Azwar menyatakan, pengangkatan tenaga honorer K1 selalu bermasalah pada pendataan.

Tidak hanya tahun ini, ujarnya, pada tahun sebelumnya di mana pemerintah pusat mengajukan data 150.000 tenaga honorer yang akan diangkat menjadi PNS, namun setelah divalidasi ulang jumlah yang benar hanya 60.000 orang. Adapun proses verifikasi dan validasi tenaga honorer dilakukan atas dasar Surat Edaran Menpan dan RB No 05 Tahun 2010 tentang Pendataan Tenaga Honorer sesuai dengan PP No 48 Tahun 2005 jo PP No 43 Tahun 2007. Dia menambahkan, untuk tenaga honorer K2 akan dilantik menjadi PNS berdasarkan seleksi ujian tertulis kompetensi dasar sesama tenaga honorer K2.

Namun sebelum ujian tertulis itu, jelasnya, pemerintah daerah harus melakukan perekaman data K2 sesuai dengan data yang jumlahnya telah disampaikan ke Menpan dan RB.Data tersebut berdasarkan formulir yang telah diisi oleh tenaga honorer dan disahkan oleh pejabat Pembina kepegawaian atau pejabat lain yang ditunjuk dan pejabat yang bertanggung jawab di bidang pengawasan. “Mereka bisa mengunduh aplikasi yang disiapkan BKN atau kantor regional BKN di wilayah kerjanya,”imbuhnya.

Wakil Ketua Komisi II DPR Abdul Hakam Naja mengungkapkan, dalam rapat komisi bersama Kemenpan dan RB beberapa waktu lalu terdapat beberapa modus pemalsuan,di antaranya tenaga honorer K1 yang bekerja di sekolah swasta namun ditulis bekerja di sekolah negeri.Selain itu,surat keputusan pengangkatan tidak dibuat oleh pejabat berwenang melainkan hanya ketua yayasan, kepala sekolah atau sekretaris daerah saja. Selanjutnya, banyak K1 yang masih kuliah namun dinyatakan sudah mengabdi sebagai aparatur negara.

Politikus dari Fraksi PAN ini menambahkan, banyak juga tenaga honorer K1 yang seharusnya dapat diangkat karena digaji oleh APBN atau APBD dan surat keputusan (SK) pengangkatannya per 31 Desember 2005, dengan masa kerja satu tahun dipalsukan dengan SK tahun mundur. “Masih beragam modusnya dan tampaknya cukup banyak terjadi di daerah-daerah,”terangnya. neneng zubaidah

from   :   http://www.seputar-indonesia.com

0 komentar:

Posting Komentar